Rabu, 07 Mei 2008

"ILMU MENGHADIRKAN"

ILMU MENGHADIRKAN
Seorang pemuda menemui Nabi SAW. Ia berkata, “Ya Nabi Allah, izinkan
saya berzina!” Orang-orang berteriak mendengar pertanyaan itu. Tetapi Nabi
SAW bersabda: “Suruh dia mendekat padaku.” Pemuda itu menghampiri
Nabi dan duduk di hadapannya. Nabi berkata kepadanya: “Apakah kamu
suka orang lain menzinai ibumu?” Segera ia menjawab, “Tidak, semoga Allah
menjadikan diriku sebagai tebusanmu.” Nabi SAW berkata: “Begitu pula,
orang lain tidak ingin perzinaan itu terjadi pada ibu-ibu mereka.”
“Sukakah kamu jika perzinaan itu terjadi pada anak perempuanmu?”
“Tidak, semoga Allah menjadikanku sebagai tebusanmu.”
“Begitu pula, orang lain tidak ingin perzinaan itu terjadi pada ibu-ibu
mereka.”
“Sukakah kamu jika perzinaan itu terjadi pada saudara
perempuanmu?”
Begitulah Nabi SAW menyebut bibi dari pihak ibu dan pihak bapak. Untuk
semua pertanyaan Nabi, pemuda itu menjawab, “Tidak!” Rasulullah SAW
meletakkan tangannya yang mulia pada dada pemuda itu seraya berdoa: “Ya
Allah, sucikan hatinya, ampuni dosanya, dan pelihara kehormatannya.”
Setelah itu, tidak ada yang paling dibenci pemuda itu selain perzinahan.
(Q.S. al-Manar, 4:33).
Ketika saya membaca hadis ini, saya teringat pada artikel pada
majalah Harper’s, Agustus 1988. Judulnya: Reflections of Gangbanger
(Renungan Tokoh Gang). Ketika diwawancarai, tokoh gang kenamaan itu
berkata, “Aku dulu suka “mengompas” orang. Ya, kadang-kadang dengan
pistol di tangan, mencengkeram atau merogoh kantong mereka. Sebab,
kelakuan begitu kupikir enak. Tetapi, kalau kamu mulai tua, kamu tidak ingin
orang lain berbuat begitu padamu. Kamu juga tidak bakalan rela seseorang
menyerang ibumu, mengambil dompetnya, atau apa sajalah. Nah, aku mulai
berpikir. Aku tidak mau berbuat seperti itu lagi. Karena, bila ada orang
berbuat seperti itu lagi. Karena, bila ada orang berbuat seperti itu kepada
ibuku, aku siap membunuhnya. Ya, mulai saat itu, aku menyesali apa yang
sudah aku lakukan.”
Ada rentangan zaman yang sangat panjang antara dua dialog itu.
Tetapi ada benang emas yang menghubungkan keduanya. Manusia menjadi
lebih baik bila ia dapat merasakan pengalaman orang lain seperti orang itu
mengalaminya sendiri. Ia bukan saja membayangkan pikiran atau perasaan
orang lain itu. Ia mengalaminya sendiri. Martin Buber, filsuf eksistensialis,
menyebutnya making present, menghadirkan.
Para filsuf Islam telah lama membahas sejenis ilmu “menghadirkan”,
yang mereka sebut ilmu hudhuri. Anda dapat mengetahui keberadaan Tuhan
dengan bukti-bukti aqli maupun naqli. Tetapi pengetahuan ini tidak akan
mempengaruhi kehidupan Anda. Hanya ketika Anda merasakan atau
mempengaruhi kehidupan Anda. Hanya ketika Anda merasakan atau
mengalami kehadiran Tuhan, seluruh eksistensi Anda akan mengalami
perubahan.
Anda dapat membaca hadis-hadis Nabi SAW dengan cermat. Anda
dapat membahasnya dengan sangat mendalam. Tetapi hadis-hadis itu hanya
akan mengubah diri Anda bila Anda dapat merasakan perasaan Nabi dan
mengalami pengalaman Nabi. Berguncang tubuh Anda, berdiri bulu kuduk
Anda.
Wallahu A'lam.